Surastri Karma (SK) Trimurti
Surastri Karma Trimurti atau biasa disingkat SK Trimurti merupakan salah satu sosok perempuan pengukir sejarah. Ia merupakan sosok yang menentang budaya feodalistik yang membiasakan bahwa perlakuan diskriminatif terhadap perempuan itu hal yang biasa.
Perempuan ini memiliki tekad yang kuat untuk menuntut ilmu dan menjadi seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi. Sehingga, ia tak bisa disepelekan dan dibuat semena-mena hanya karena ia seorang perempuan.
Beruntungnya, Surastri berasal dari kalangan berada sehingga ia dimasukkan oleh sang ayah ke Tweede Inlandsche School. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke Meisjes Normaal School atau Sekolah Guru Putri. Berkat pendidikannya dan kecerdasannya, Surastri menjadi guru di sekolah tersebut.
Beberapa kali Surastri dipindahkan tugas mengajarnya ke beberapa tempat. Di sela-sela waktunya mengajar, Surastri pun aktif dalam organisasi dan memiliki rasa penasaran yang tinggi tentang dunia politik. Ia sangat kritis menanggapi suasana politik yang ada pada masa itu.
Selain pernah menjadi guru, Surastri dikenal sebagai jurnalis yang tulisannya kritis dan antikolonial. Dalam menuliskan artikel tentang kolonial, Surastri menggunakan nama samaran untuk menghindari penangkapan.
Tak hanya memuat tulisan di media massa, Surastri pun membuat dua buku berjudul A.B.C Perdjuangan Buruh dan Hubungan Pergerakan Buruh Indonesia dengan Pergerakan Kemerdekaan Nasional.
Adapun artikelnya yang banyak disorot berjudul Kawin untuk Meningkatkan Perjuangan!. Judul tersebut sesuai dengan apa yang ia jalani karena Surastri menikah dengan pria pejuang yakni Sayuti Melik atau sosok yang terkenal sebagai pengetik teks proklamasi.
KOMPAS.com - Perang Aceh adalah konflik sengit antara Belanda dan Kesultanan Aceh pada abad ke-19.
Perang ini dimulai pada 26 Maret 1873, saat Belanda mengumumkan perang kepada Sultan Aceh, dan berlangsung hingga hampir tiga dekade.
Perang Aceh dikenal sebagai salah satu konflik kolonial terpanjang dalam sejarah dunia, ditandai dengan ketegangan dan pertempuran berdarah yang mengakibatkan korban jiwa di kedua belah pihak.
Konflik ini memunculkan pahlawan-pahlawan Aceh yang berjuang gigih untuk melawan penjajahan Belanda. Siapa saja tokoh dalam Perang Aceh?
Baca juga: Tokoh-tokoh Belanda yang Memimpin Perang Aceh
Teuku Umar lahir pada 1854 di Meulaboh, Aceh. Ia merupakan tokoh yang mendapat penghargaan dan gelar pahlawan nasional Indonesia karena perannya dalam Perang Aceh.
Bersama istrinya, Cut Nyak Dhien, Teuku Umar menggunakan strategi perang gerilya yang sangat efektif dalam melawan pasukan kolonial Belanda.
Mereka memimpin pasukan Aceh dalam serangkaian serangan gerilya yang mengganggu upaya pendudukan Belanda.
Selain itu, Teuku Umar juga menciptakan siasat dengan berpura-pura menjadi sekutu Belanda untuk mengumpulkan senjata bagi masyarakat pribumi.
Meskipun gugur dalam pertempuran pada 1899, Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien tetap dikenang sebagai pahlawan-pahlawan yang gigih dan berperan penting dalam perjuangan Aceh untuk mencapai kemerdekaan dan otonomi.
Baca juga: Sebab Khusus Terjadinya Perang Aceh
Sultan Iskandar Muda telah mengukir nama besar dalam sejarah Kesultanan Aceh pada abad ke-17.
Lahir pada 1583, ia memimpin Aceh Darussalam dengan penuh dedikasi dan kepemimpinan yang tangguh.
Selama masa pemerintahannya, Sultan Iskandar Muda berhasil memperluas wilayah kekuasaan Aceh hingga mencakup wilayah-wilayah yang sekarang menjadi bagian dari Indonesia, Malaysia, dan Thailand.
Ia juga dikenal sebagai pemimpin yang berbakat dan berwibawa, mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan seni, serta membangun Masjid Baiturrahman, yang hingga kini menjadi salah satu lambang kebesaran Aceh.
Namun, masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda juga ditandai dengan perang dan konflik dengan penjajah asing, seperti Portugis dan Belanda yang berusaha menguasai wilayah perdagangan rempah-rempah.
Salah satu pencapaian besar Sultan Iskandar Muda adalah kemampuannya memimpin pasukan laut sehingga Aceh memegang kendali wilayah-wilayah maritim yang strategis.
Siapa saja tokoh pengibar bendera merah putih saat pertama kali dikibarkan pada tanggal 17 Agustus tahun 1945? Simak penjelasannya dalam artikel berikut, yuk!
Selamat Hari Kemerdekaan yang ke-79 Indonesia! Apakah kamu pernah menjadi salah satu petugas upacara di tanggal 17 Agustus? Bagian apa? Pemimpin upacara? Atau lebih keren lagi pengibar bendera?
Wah, kalau kamu bertugas sebagai pengibar bendera atau bahasa kerennya paskibra (pasukan pengibar bendera), berarti sudah melaksanakan dengan baik peran sebagai generasi penerus pengibar bendera saat hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia.
Nah, alangkah baiknya kamu juga mengenal tokoh pengibar bendera merah putih pertama kali saat proklamasi kemerdekaan tahun 1945. Siapa saja mereka?
Anggota pengibar bendera, dulunya pas awal kemerdekaan itu hanya ada 3. Orang pertama bertugas sebagai pembawa bendera, orang kedua bertugas sebagai pengerek tali di tiang bendera, dan orang ketiga itu bertugas sebagai pembentang bendara.
Sekarang, ayo kita kenalan dengan ketiga orang tersebut yang berjasa mengibarkan bendera merah putih saat proklamasi kemerdekaan.
Baca Juga: Mengenal Tokoh-Tokoh Nasional dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Abdul Latief Hendraningrat
Dilihat dari namanya yang berbau “keningratan” pasti orang yang mendengar namanya langsung berpikir pastilah orang Jawa. Tapi tidak dengan Latief, ia lahir di Jakarta pada 15 Februari 1911.
Nama belakangnya yang ada unsur ningrat-ningratnya gitu karena ayahnya, merupakan demang (kalau sekarang mungkin kayak Pak Camat gitu) yang berada di daerah Jatinegara, Jakarta Timur.
Semangatnya memperjuangkan kemerdekaan untuk Indonesia nggak main-main, lho! Latief terdaftar di pelatihan ketentaraan bentukan Dai Nippon, Sinen Kunrenshoo (Pusat Latihan Pemuda) di tahun 1942 dan bergabung di PETA (Pembela Tanah Air).
Di PETA, Latief menempati posisi komandan kompi atau setingkat di bawah komandan batalyon yang merupakan posisi tertinggi di posisi itu.
Baca Juga: Indonesia Tidak Dijajah 350 Tahun oleh Belanda? Lalu, Berapa Lama?
Sebelum proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, Latief turut berperan untuk mendesak Sukarno-Hatta kala itu untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Saat proklamator ‘diculik’ ke Rengasdengklok, Latief bertugas mengamankan lokasi diadakannya proklamasi.
Dikutip dari kompas.com, sesaat setelah proklamasi dikumandangkan, Latief disodorkan baki yang berisi bendera yang telah dijahit oleh Fatmawati, istri Sukarno.
Suhud Sastro Kusumo
Suhud ini sahabat dekat dari Latief, sayangnya, nggak banyak literatur yang mengisahkan tentang kehidupannya. Suhud lahir tahun 1920. Beliau menjadi anggota Barisan Pelopor yang didirikan Jepang. Beliau wafat pada tahun 1986 di usianya yang ke 66 tahun. Di buku sejarah, nama Suhud selalu bersanding dengan Latief sebagai pengibar bendera.
Padahal, sebelum memulai tugas mulianya pada 17 Agustus 1945 sebagai pengibar bendera, Suhud memiliki peran yang cukup penting pula. Menjelang hari proklamasi, tepatnya di tanggal 14 Agustus 1945, Suhud dan beberapa anggota Barisan Pelopor kala itu, ditugaskan untuk menjaga keluarga Soekarno.
Namun, di tanggal 16 Agustus, Suhud kecolongan dengan diculiknya Soekarno oleh golongan pemuda (Sukarni dan Chaerul Saleh). Inilah awal mula terjadinya peristiwa Rengasdengklok.
Kalau kamu sempat baca artikel tentang Sayuti Melik di blog ini, harusnya nggak asing dengan SK Trimurti, lho! Yaps, dia adalah istri dari juru ketik proklamasi, Sayuti Melik. Ternyata, Trimurti secara tidak langsung menjadi pengibar bendera lho. Sebelumnya tuh emang yang ditunjuk untuk melakukan pengerekan bendera.
Namun, setelah Sukarno membacakan teks proklamasi dan berdoa setelahnya, beliau mengusulkan bahwa pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit saja. Akhirnya Latief dan Suhud-lah yang mengibarkan bendera merah putih.
Makanya, kalau ada paskibra di sekolah kamu tuh, kebanyakan ada 2 orang cowok dan 1 orang cewek di tengah. Petugas yang cowok itu tugasnya mengerek tali bendera dan membentangkan bendera dan petugas ceweknya itu bertugasnya membawa bendera dan memegang tali bendera.
Nah, itu tadi 3 tokoh pengibar bendera merah putih saat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia di tahun 1945. Nggak salah kok kalau kamu bermimpi menjadi anggota paskibra di istana kepresidenan saat upacara kemerdekaan Republik Indonesia. Hanya saja jangan lupa dengan kegiatan utama kamu, yakni di sekolah.
Sekarang udah ngga ada alasan malas belajar lagi karena sudah ada aplikasi Ruangguru. Kamu bisa nonton video belajar seru mengenai sejarah Indonesia di ruangbelajar. Penjelasan dari Master Teacher dengan animasi-animasi keren bakalan lebih seru lho dan pastinya bikin kamu makin paham. Daftar sekarang ya!
Pengibaran bendera merah putih dilakukan pada saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Apakah detikers tahu siapa orang-orang yang pertama kali mengibarkan Sang Saka pada saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia saat itu?
Tak seperti sekarang di mana pengibaran dilakukan oleh Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), saat itu hanya ada tiga orang yang memboyong bendera dan mengibarkannya, yakni Latief Hendraningrat, Suhud Sastro Kusumo, dan Surastri Karma (SK) Trimurti.
Mengutip buku Explore Sejarah Indonesia Jilid 2 untuk SMA/MA Kelas XI oleh Abdurakhman dkk (2018), berikut profil dari ketiga tokoh pengibar Sang Saka Merah Putih saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Latief Hendraningrat
Pria yang memiliki nama lengkap Raden Mas Abdul Latief Hendraningrat ini lahir di Jakarta pada 15 Februari 1911. Ia dikenal sebagai seorang prajurit Pembela Tanah Air (Peta). Latief pun aktif melawan penjajahan yang dilakukan oleh Jepang.
Awalnya Latief merupakan anggota dari Peta (Pembela Tanah Air) hingga akhirnya ia menjadi komandan kompi dan berpangkat sudanco. Pangkat tersebut berada di bawah pangkat tertinggi pribumi yakni daidanco atau komandan batalion. Latief sendiri menjadi anggota Peta yang bertanggung jawab atas peristiwa Rengasdengklok.
Berkatnya, Soekarno dan Hatta bisa aman dalam perjalanan ke Rengasdengklok dan terhindar dari pantauan Jepang. Selain itu, menjelang pelaksanaan proklamasi kemerdekaan, Latief mendapat tugas khusus dari Soekarno untuk mengamankan lingkungan sekitar rumah Soekarno.
Tugas Latief tersebut termasuk berat karena harus bertanggung jawab atas keamanan lokasi dan kelancaran pelaksanaan proklamasi. Menjelang pukul 10.00, Latief mengawal Soekarno dan Hatta ke lokasi pembacaan proklamasi.
Usai pembacaan teks proklamasi, ia mengibarkan Sang Saka Merah Putih bersama S Suhud dan SK Trimurti. Hal unik yang terjadi pada saat pengibaran bendera adalah Latief menggunakan seragam tentara Jepang karena beliau merupakan prajurit Peta.
Suhud Sastro atau S Suhud ini adalah anggota dari Barisan Pelopor yang menjadi pengawal rumah Soekarno. Bertepatan pada 17 Agustus 1945, Barisan Pelopor ini memiliki tugas untuk menyiapkan tiang bendera. Saat itu, Suhud dan Barisan Pelopor telah membuat tiang bendera dari bambu.
Pada saat proklamasi, Suhud bertanggung jawab membantu Latief Hendraningrat dalam mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Tugas spesifik dari Suhud adalah mengambil Sang Saka Merah Putih dari baki kemudian mengikatkannya ke tali pada tiang bambu.
Setelah itu, Latief menggerek Sang Saka Merah Putih sampai ke atas tiang. Seraya mengerek bendera, semua tokoh dan peserta yang hadir menyanyikan lagu "Indonesia Raya".